Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 14 Desember 2013

PANTAI NGEBOOM

Biasanya,  setiap hari sabtu aku suka menulis. Merangkai  kata menjadi kalimat, merangkai kalimat menjadi paragraf, Dan menata setiap paragraf agar bisa menjadi bacaan yan enak enak dibaca, setidaknya untuk diri sendiri. Aku sengaja memilih hari sabtu karena hari tersebut merupakan hari akhir pekan. Di sekolah misalnya, jam sebelas teman2 dah pada kabur. Nach, waktu tersebut aku pergunakan untuk bersantai, rileks, menikmati kesendirian.
    Saat sendiri seperti  itulah kita dapatkan ketenangan, ketenangan yang akan membuat kita mendapat ilham tuk menulis, menuangkan apa yang adadalam pikiran, sbg cerminan rasa hati, entah suka, duka, kecewa atau rasa yang lainnya.
    Dan di hari sabtu minggu ke dua di bulan desember ini, aku ingin menulis tentang kisahku sendiri selama sepekan ini.  Yang pertama secara kedinasan, jelas bahwa seminggu ini disibukkan dg UUS I, laporan DAK beserta ubo rampenya, pesan kaos tuk anak-anak, menata kantor sehubungan dengan datangnya bantuan DAK berupa alat peraga yang membutuhkan tempat. Yg kedua yg berhubungan dengan masalah sosial kemasyarakatan, karena aku di daulat kembali tuk menyampaikan pengumuman di masjid. Ini artinya aku harus berangkat jumatan lebih awal, karena sebelum adzan dan khutbah harus sudah duduk manis di barisan pertama atau kedua tuk menyampaikan pengumuman, sebab kalo telat dan duduk dibelakang maka aku harus melompati para jama’ah yg lagi asyik berdzikir. Selain tidak sopan, aku gak mau dilempar sandal oleh mereka yg terusik kekhusu’annya. Bahkan beberapa tetangga ikut2an latah menjadikanku sbg pembawa acara bila mereka punya hajat. Dampaknya aku harus duduk manis  bersama para orang tua dan sesepuh dengan meninggalkan teman2 yg lebih muda. Ke tiga, secara pribadi aku sedang kurang nyaman karena ada resah gelisah yg menyelinap di hati, istilah anak mudanya sedang “galau”. Kegalauan ini disebabkan ulah seseorang yg dg sengaja mencoba mengusik kedamaianku. Tapi gak aku tanggapi, makanya aku lebih baik “diam”, daripada dianggap  mencampuri urusan mengundang tamu di hari specialnya nanti. Aku gak punya menentukan apalagi melarang tuk mengundang tamu-tamu istimewanya nanti.

    Nach, tuk mengusir galau membayangkan hari esok hanya melompong kaya sapi ompong di rumah, nelongso berderai air mata, maka lebih baik refresing bersama anak-anak kelas enam pesiar ke pantai ngeboom, nikmati ombak dan angin laut tuk mengusir galau yg ada di hati.
lapar obatnya makan
haus obatnya minum
kalo ngantuk obatnya tidur

Kamis, 12 Desember 2013

aku bukan hewan nokturnal

tak terbiasa tidur malam karena aku bukan kelelawar atau hewan nokturnal lainnya. makanya gemlebeg gak karuan kaya ada sesuatu yang membuat gak enak badan.tapi dah coba pejamkan mata walau belum lelap jua. tapi aku harus tidur agar esok bisa bangun dengan dengan segar, aku gak mau sakit hanya gara2 tidur malam menyaingi kelelawar.

Sabtu, 07 Desember 2013

SENYUM MANISKU

    Sabtu, 7 Desember 2013.
    Jarum di jam dinding menempel di angka sebelas, menandakan hari sudah siang. Kantor sekolahku lengan ditinggal para penghuninya.  Ada yang ijin mau ke kebun, ada yg mau jemput anak, ada yg akan meladeni tukang di rumahnya,  ada juga yg mau melengapi berkas sertifikasi.
    Di sini, di ruang ini tinggallah ku sendiri berteman sepi, menikmati kesendirian. Sendiriku kali ini bukan karena kesepian, Tapi aku memang lagi pingin sendiri saja, mengusir risau yg sempat mengusik ketenangan hati. Agar lebih afdhol, HP aku non aktifkan dg harapan agar lebih khusuk dalam bertafakur.
    Belum lagi mendapatkan ilham, sekelompok anak tiba-tiba memasuki ruang kantor disusul kemudian oleh kelompok lain. Mereka merayuku tuk meminjami alat-alat olahraga. Tak mau mengecewakan mereka, maka aku penuhi permintaan mereka walaupun sebenarnya ini sudah di luar jam pelajaran.
    Tak berapa lama kemudian canda tawa dan gurauan disertai teriakan menggema memecah kesunyian.  Lewat daun jendela, kulihat mereka asyik bermain. Ada yg badminton, ada yg tenis meja dan ada pula yg bermain catur. Keceriaan menghiasi wajah mereka walau bermain dengan aturan yg tidak jelas.  Ini bisa dimaklumi karena merupakan permainan baru buat mereka.
    Di halaman bawah, tepatnya di depan gedung perpustakaan yg sedang dibangun, enam anak bermain badminton dalam satu lapangan. Mereka asik gebug shuttel kock tanpa pedulikan kadang raketnya memukul kepala temannya. Walau terkena sabetan raket, tapi mereka gak nangis, paling Cuma meringis kesakitan.
    Di halaman depan yg biasa digunakan tuk upacara bendera, enam anak bermain tenis meja. Empat anak bermain sportif dg menggunakan bad pingpong, sementara dua anak lainnya malah pakai raket sbg alat pemukulnya. Sementara di teras, beberapa anak berkelompok mengelilingi papan catur.

    Ups......seulas senyum manis sempat tersungging di bibir manisku melihat kelucuan mereka. Jujur ada terselip rasa bahagia saat melihat kebahagiaan di mata mereka. Bagaimanapun juga mereka adalah anak-anakku, anak didikku yg aku harap kelak akan menjadi manusia yg berguna bagi nusa, bangsa, agama dan orang tua.