Pages

Ads 468x60px

Kamis, 10 Januari 2013

MBAH WALI TANDURAN

    Beberapa waktu lalu saya membaca beberapa tulisan yang berhubungan dengan wali Tanduran. banyak persamaan tapi ada juga beberapa perbedaan terutama yang berhubungan dengan nama tokoh dan waktu terjadinya kisah tersebut. ini bisa dimaklumi karena memang ada beberapa versi berkenaan dengan sejarah wali tanduran. Dengan tidak mengurangi rasa hormat pada penulis terdahulu dan juga pendapat para tokoh agama, saya coba ''memuat'' sebuah tulisan barangkali bisa dijadika sebagai bahan perbandingan.Tulisan yang saya maksud berjudul "Paninggaran riwayatmu dulu", yang disusun oleh Yoseph Iskandar, Drs. Deden Guntari dan Dra. Anne Erlyane dari Universitas Pasundan, Bandung.
    Namun sebelumnya perlu saya awali dengan situasi dan kondisi Paninggaran saat ini. Paninggaran merupakan salah satu kecamatan dari kabupaten Pekalongan. terletak sekitar 25 Km dari ibu kota kabupaten ke arah selatan. Terdiri dari 15 desa, dengan mayoritas penduduknya beragama islam. Masyarakatnya sangat menghormati para Ulama dan Habaib, ini sebagai bentuk rasa cinta pada agama yang dianutnya. Terhadap para pemimpin pemerintahan, masyarakat paninggaran juga sangat menghormatinya. ini sebagai bentuk pengakuan bahwa siapapun yang menjadi kepala daerah kabupaten Pekalongan adalah orang - orang yang benar- benar mempunyai kelebihan di berbagai bidang, khususnya dalam bidang pemerintahan.
    Adapun sejarah Mbah Wali Tanduran berawal dari sebuah "Makam" atau mungkin saja "Petilasan" yang terletak di desa paninggaran. Tepatnya seekitar 200 meter dari ibu kota kecamatan paninggran. "Makam" ini cukup dikeramatkan karena masyarakat percaya bahwa Mbah Wali Tanduran adalah termasuk salah seorang tokoh penyebar agama islam dan juga mengajarkan cara bercocok tanam sehingga mendapat sebutan "Wali Tanduran". ini juga sebagai bentuk penghormatan masyarakat Paninggaran khususnya kepada para Tokoh yang dianggap berjasa dalam penyebaran dan pengajaran agama Islam.
    Sekali lagi maksud saya memuat Tulisan ini adalah untuk memperbanyak khasanah pengetahuan tentang Wali Tanduran, karena itu apabila ada perbedaan dengan tulisan terdahulu dan pendapat para tokoh saya mengharap kritik dan sarannya. Dan semua yang termuat murni hasil karya dari Yoseph Iskandar dkk. dari Lembaga Penelitian Perencanaan dan Pengabdian Mahasiswa UNIVERSITAS PASUNDANG, BANDUNG, JAWA BARAT. Berikut Kisah selengkapnya : 


Silsilah
Wali Tanduran



1.         Sri Baduga Maharaja                      x              2. Nyai Putri Subanglarang
( Prabu Siliwangi)                                 




 



3.         Pangeran Walangsungsang                4. Nyai Putri Larasantang                5. Raja Sangara
            Atau Cakrabuana                                atau Hajjah Syarifah Mudaim
Atau Haji Abdullah Iman
Atau Mbah Wali Tanduran



 



6.         Nyai Putri Pakungwati        x        7. Syarif Hidayatullah
                                                                               (Sunan Gunung Jati)



  8. Raja-raja Cirebon




1.         Sri Baduga Maharaja, atau dikenal sebagai Prabu Siliwangi adalah Penguasa Kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan Pajajaran ( Bogor Sekarang ) pada abad ke-15 Masehi  

2.         Nyai Putri Subanglarang, adalah murid Syekh Quro dari Pesantren Pondok Quro Pura Dalem Karawang

3.         Pangeran Walangsungsang, atau Cakrabuana, atau Haji Abdullah Iman, atau menurut Cerita Rakyat Paninggaran disebut juga sebagai “Mbah Wali Tanduran” yang mendirikan Kerajaan Islam Cirebon

4.         Nyai Putri Larasantang, ketika menunaikan Ibadah Haji ke Mekkah dengan kakaknya (Pangeran Walangsungsang) ia mendapatkan jodoh dengan Walikota Mesir yaitu Abdullah yang merupakan keturunan Nabi Besar Muhammad SAW ke-23

5.         Nyai Putri Pakungwati, adalah putrinya Pangeran Walangsungsang, ketika Keraton pertama didirikan di Cirebon dinamai pula Keraton Pakungwati

6.         Syarif Hidayatullah, adalah putranya Nyai Putri Larasantang dari Abdullah yang Walikota Mesir, Syarif Hidayatullah setelah menggantikan tahta “Mertua” yang juga “Uwa’ nya yaitu Pengeran Walangsungsang, ia bergelar Sunang Gunungjati, sebagai salah seorang wali dari Walisongo ing Jawa Dwipa (Pulau Jawa)




Kisah Mbah Wali Tanduran


Ketika Prabu Siliwangi bertahta di Tatar Sunda, ia berkuasa atas wilayah dari Ujung Kulon hingga Cipamali (Kali Pemali). Dari salah seorang Prameswarinya yang beragama Islam, yaitu Nyai Putri Subanglarang, ia berputra tiga orang yaitu (1) Pangeran Walangsungsang ; (2) Nyai Putri Larasantang ; (3) dan Raja Sangara.
Ketiga puranya itu diijinkan untuk mengikuti agama Ibunya yang Islam. Namun sebagai putra raja, Pangeran Walangsungsang tidak merasa puas belajar mengaji dari ibunya saja. Ia menjadi “”Satria Pengembara” mencari guru-guru agama yang dianggapnya memiliki Ilmu Islam yang tinggi.
Dalam suatu pengembaraannya di Gunung Merapi, dari orang-orangtua disamana memberikan wejangan “Kalau ingin menemukan guru agama yang baik dan tinggi ilmunya, temui saja Syekh Datuk Kahfi di Pesantren Amparan Jati Cirebon’.
Pangerang Walangsungsang berangkat dari Gunung Merapi ke Cirebon dengan cara jalan memintas. Dalam perjalanannya menuju Cirebon, berkali-kali Pangeran Walangsungsang berhenti dan beristirahat di berbagai tempat. Di setiap persinggahan, Pangeran Walangsungsang mengajarkan berbagai ilmu, diantaranya Ilmu Agama Islam, Ilmu Bertani dan Berladang, juga ilmu berburu binatang buas. Ilmunya itu dipelajari oleh masyarakat yang disinggahinya.
Di sebuah Pedukuhan, Pangeran Walangsungsang dikenal sebagai ahli bertani. Ilmu bercocok tanam ini dinamakan masyarakat dengan sebutan “Tanduran” oleh karena Pangeran Walangsungsang tak pernah memberitahukan nama aslinya (sedang menyamar) sehingga oleh masyarakat dan murid-muridnya hanya dikenal sebagai “Mbah Wali Tanduran”.
Kegemarannya sebagai pemburu Binatang Buas, sehingga oleh masyarakat setempat dikenal juga sebagai “Paninggaran” hingga kini sebutan itu melekat erat dan dijadikan nama desa yang juga Kecamatan, yaitu Desa Paninggaran dan Kecamatan Paninggaran.
Selama Pangeran Walangsungsang tinggal di Dusun yang sekarang dikenal “ Paninggaran” adiknya, Nyai Putri Larasantang mencarinya, dikawal ketat oleh pasukan Khusus Pajajaran yang terdiri dari “Harimau Lodaya”.
Nyai putri Larasantang singgah dan beristirahat di sebuah Puncak Gunung, sambil berdzikir memohon kepada Allah SWT, agar kakaknya yang ia cari dapat diketemukan. Setelah berhari-hari beristirahat di Puncak Gunung, ia mendapat petunjuk dari Alam Ghaib bahwa kakaknya itu berada di sebuah Dusun di kaki gunung yang dipakainya beristirahat.
Di sebuah bukit, yang sekarang disebut Dukuh Cokrah, Nyai Larasantang menemukan “Petilasan” yang terdiri dari hamparan batu-batu bekas tempat bertapa. Di Petilasan itu ia menadpatkan petunjuk, bahwa tempat tersebut asalnya tempat Mbah Wali Tanduran mengajarkan berbagai ilmunya. Namu sangat disayangkan, mbah Wali Tanduran yang rambutnya suka digelung (Magelung) itu, talah berangkat tapa meninggalkan pesan apa-apa, dan tidak memberitahukan kemana Mbah Wali Tanduran pergi.
Dengan rasa kecewa, akhirnya Nyai putri Larasantang meneruskan perjalanannya, bertanya-tanya ke setiap penduduk. Di sebuah tempat, tepatnya di Puncak  Bukit, Nyai Larasantang menemui para pengawalnya yang terdiri dari “Harimau Lodaya”.  Ia dengan pasukannya, beristirahat kembali di puncak bukit itu, semacam pesanggrahan yang dihampari batu-batuan yang juga disebut “Pesarean” yang juga berfungsi sebagai tempat bertapa, berdzikir memohon petunjuk dari Allah yang Maha Kuasa.
Dalam dzikirnya itu, Nyai Putri Larasantang mendapatkan petunjuk gaib, bahwa kakaknya yang ia cari sudah berada di Pesantren Amparan Jati Cirebon. Akhirnya Nyai Putri Larasantang bertemu dengan kakaknya di Pesantren Amparan Jati, yaitu Raja Sangara. Setelah menamatkan Ilmu Agama Islamnya, ketiga putra-putri Prabu Siliwangi itu, pergi menunaikan Ibadah Haji ke Mekkah.
Dukuh Cakal-bakal (Pertama) tempat murid-muridnya Mbah Wali Tanduran disebut “Dukuh Pesantren” yang hingga kini terdiri dari Sebelas Rumah, dikenal sebagai “Kampung Pesantren”.
Puncak gunung tempat pertapaan (Peristirahatan) Nyai Putri Larasantang yang pertama, kemudian dikenal sebagai Gunung Pajajaran. Sedangkan bukit tempat peristirahatan yang kedua dikenal sebagai Gunung Santri.
Wallahuallam bishawab.

























Kisah ini bisa tersusun atas bantuan informasi dari :
1.              Bapak Penilik Kebudayaan Kecamatan Paninggaran, yaitu Bapak Suwadi di Paninggaran
2.              Bapak Kyai Muhammad di Paninggaran
3.              Bapak KH. Syarifudin di Wonopringgo
4.              Pustaka Purwaka Caruban Nagari, Transliterasi Pangeran Suleman Sulendraningrat, Kaprabon Cirebon.
5.              Pustaka Pangeran Wangsakerta, Cirebon
6.              Masyarakat Desa Paninggaran Kecamatan Paninggaran Kabupaten Pekalongan yang dipimpin oleh Bapak Lurah H.Ahmad Hilal

Paninggaran, 5 Pebruari 1989
Disusun berdasarkan rasa cinta kepada masyarakat Desa Paninggaran
Oleh

1.       Yosep Iskandar        ( Ketua Tim )
2.       Drs. Deden Guntari ( Anggota )
3.       Dra. Anne Erlyane   ( Anggota )
Dari Universitas  Pasundan
JL. Tamansari No. 8 Bandung





4 komentar:

  1. Dibalik nama Paninggaran tersimpan berjuta cerita yang menarik untuk di buka, kalo anak seperti saya aja gak tau asal muasal desa paninggaran, bagaimana anak cucu saya kelak ya???

    BalasHapus
  2. Saya masih ragu dengan cerita di atas. Masih belum jelas asal usulnya wali tanduran. Saya yakin itu bukan raden walangsungsang ato pangeran cakrabuana.
    Coba cari referensi mengenai sejarah masuknya islam ke pekalongan. Wali tanduran dan magelung adalah 2 nama yang berbeda.

    BalasHapus
  3. kata teman saya Mbah Wali Tanduran adalah Raden Kian Santang anak terakhir dari Prabu Siliwangi, tapi ada juga yang bilang bahwa Raden Kian Santang hanyalah tokoh dari cerita buatan Raden Walangungsang yang mengisahkan perjalanan beliau, namun menggunakan nama Raden Kian Santang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Raden walangsungsang sama raden kiansantang itu kakak-adik.
      Sudah dijelaskan disini bahwa prabu siliwangi mempunyai 3 keturunan yaitu;
      1. Raden walangsungsang (mbah wali tanduran)
      2. Nyai larasantang
      3. Raden kiansantang (raja sangara)

      Hapus