Biasanya, setiap hari
sabtu aku suka menulis. Merangkai kata
menjadi kalimat, merangkai kalimat menjadi paragraf, Dan menata setiap paragraf
agar bisa menjadi bacaan yan enak enak dibaca, setidaknya untuk diri sendiri.
Aku sengaja memilih hari sabtu karena hari tersebut merupakan hari akhir pekan.
Di sekolah misalnya, jam sebelas teman2 dah pada kabur. Nach, waktu tersebut
aku pergunakan untuk bersantai, rileks, menikmati kesendirian.
Saat sendiri
seperti itulah kita dapatkan ketenangan,
ketenangan yang akan membuat kita mendapat ilham tuk menulis, menuangkan apa
yang adadalam pikiran, sbg cerminan rasa hati, entah suka, duka, kecewa atau
rasa yang lainnya.
Dan di hari sabtu
minggu ke dua di bulan desember ini, aku ingin menulis tentang kisahku sendiri
selama sepekan ini. Yang pertama secara
kedinasan, jelas bahwa seminggu ini disibukkan dg UUS I, laporan DAK beserta
ubo rampenya, pesan kaos tuk anak-anak, menata kantor sehubungan dengan
datangnya bantuan DAK berupa alat peraga yang membutuhkan tempat. Yg kedua yg
berhubungan dengan masalah sosial kemasyarakatan, karena aku di daulat kembali
tuk menyampaikan pengumuman di masjid. Ini artinya aku harus berangkat jumatan
lebih awal, karena sebelum adzan dan khutbah harus sudah duduk manis di barisan
pertama atau kedua tuk menyampaikan pengumuman, sebab kalo telat dan duduk
dibelakang maka aku harus melompati para jama’ah yg lagi asyik berdzikir.
Selain tidak sopan, aku gak mau dilempar sandal oleh mereka yg terusik
kekhusu’annya. Bahkan beberapa tetangga ikut2an latah menjadikanku sbg pembawa
acara bila mereka punya hajat. Dampaknya aku harus duduk manis bersama para orang tua dan sesepuh dengan
meninggalkan teman2 yg lebih muda. Ke tiga, secara pribadi aku sedang kurang
nyaman karena ada resah gelisah yg menyelinap di hati, istilah anak mudanya
sedang “galau”. Kegalauan ini disebabkan ulah seseorang yg dg sengaja mencoba
mengusik kedamaianku. Tapi gak aku tanggapi, makanya aku lebih baik “diam”,
daripada dianggap mencampuri urusan
mengundang tamu di hari specialnya nanti. Aku gak punya menentukan apalagi
melarang tuk mengundang tamu-tamu istimewanya nanti.
Nach, tuk mengusir
galau membayangkan hari esok hanya melompong kaya sapi ompong di rumah,
nelongso berderai air mata, maka lebih baik refresing bersama anak-anak kelas
enam pesiar ke pantai ngeboom, nikmati ombak dan angin laut tuk mengusir galau
yg ada di hati.
0 komentar:
Posting Komentar